Kriteria Pemimpin

Oleh : K.H.M.Yunus, M.Ag. Pimpinan PP Raudhatut Tauhid Rumpin Bogor


Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

قُلِ اللّٰهُمَّ مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَآءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَآءُ ۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَآءُ ۗ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۗ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Katakanlah (Muhammad), Wahai Tuhan Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 26)

Menurut pengarang Tafsir Jalalain, ayat ini mengarah pada dua hal. Pertama, Allah memuliakan manusia dengan diberi kerajaan (kekuasaan). Misalnya kepala negara, perdana menteri, dan lainnya. Kedua, Allah menghinakan manusia dengan mencabut kerajaan (kekuasaan) sesuai kehendak-Nya. Di tangan Allah segala kemuliaan dan kehinaan. Segalanya dapat terjadi dan berubah dengan mudah.

Oleh karena itu, pemimpin harus memiliki tiga kreteria agar kekuasaannya tidak membuatnya terjerembab ke jurang kehinaan.

Pertama, pemimpin harus memegang teguh keadilan. Ada kabar gembira bagi kepala negara yang adil. Bersumber dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allah di dalam naungannya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya adalah pemimpin yang adil …”(HR. Bukhari).

Secara umum, di dalam al-Quran Allah berfirman, “Sungguh Allah memerintahkan (kamu) untuk berbuat adil dan berbuat baik” (QS. al-Nahl/16: 90). Begitu juga ayat, “Berbuat adillah, Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil” (QS. al-Hujurat/49: 9). “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa” (QS. al-Maidah/5: 8).

Kedua, pemimpin wajib memenuhi janji. Nabi SAW bersabda,”Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memegang janji” (HR. Ahmad). Allah SWT tegaskan,“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (QS. al-Anfal/8: 27).

Oleh karena itu, dalam hadits yang bersumber dari Abu Hurairah, Nabi SAW memberi peringatan, “Apabila amanat disia-siakan maka tunggulah saat kehancurannya. Salah seorang sahabat bertanya, ”Bagaimanakah menyia-nyiakan amanat itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah SAW menjawab,“Apabila perkara itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya” (HR. Bukhari).

Memang memegang amanat sebagai pemimpin itu berat, tapi tetap harus dilaksanakan. Allah SWT firmankan, “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (QS. al-Ahzab/33: 72).

Ketiga, pemimpin harus selalu bertawakal kepada Allah dan senantiasa memohon pertolongan dari-Nya. Allah berfirman, “Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah? Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak seorangpun pemberi petunjuk baginya” (QS. al-Zumar/39: 36).

Pada ayat berikutnya, Allah kembali bertanya secara retoris kepada makhluk-Nya, ”Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorangpun yang dapat menyesatkannya. Bukankah Allah Maha Perkasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) mengazab?” (QS. al-Zumar/39: 37). Untuk itu, “Minta tolonglah dengan sabar dan sholat. Sesungguhnya itu sulit dilakukan kecuali bagi orang-orang yang khusyu’” (QS al-Baqarah/2:45). Wallahu A’lam Bisshowab.